Entri Populer

Rabu, 12 Oktober 2011

Mentawai (Masyarakat dan Budaya Patrineal di Indonesia Barat)

Berikut ini saya akan menjabarkan tentang budaya patrineal di Mentawai, saya sangat berterimakasih kepada dosen saya bapak dr. Zulyani Hidayah MA. dosen saya di universitas indonesia yang mengajar Manifestasi Ragam budaya indonesia barat. beliau sudah mengizinkan saya untuk menyebarluaskan dan menulis beberapa dari ilmu yang dia berikan melalui presentasi yang diberikan kepada kami setiap minggu. saya sangat kagum terhadap beliau karena beliau satu-satunya mungkin yang mengajarkan kita tentang budaya indonesia secara menyeluruh, sungguh amat sangat jenius. trimakasih bapak.

 Geografi Budaya.
Orang Mentawai mendiami Kepulauan Mentawai, yang terdiri dari Pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai selatan.
Secara administaratif kepulauan ini adalah bagian dari Propinsi Sumatera Barat. Jumlah populasinya pada tahun 1853 adalah 7.090 jiwa, menurut sensus tahun 1930 berjumlah 9.268 jiwa. Menurut sensus tahun 1980 jumlah penduduk di kepulauan ini 18.554 jiwa, di mana sekitar 15 % adalah sukubangsa pendatang, yaitu orang Batak, Jawa dan Minangkabau, serta sejumlah kecil orang kulit putih. Kepulauan Mentawai terkenal sebagai  Pulau Gempa, karena paling sering dilanda gempa.
Tapi karena berada di posisi di tengah Samudera Hindia kepulauan itu juga dikenal sebagai surganya para perselancar.
Pada masa lampau Pulau Siberut dikenal sebagai  pulau hutan lumpur, karena merupakan hutan lebat dengan daratan yang selalu basah
Pulau itu banyak meng- hasilkan kekayaan hutan : sagu, kayu dan rotan. Juga hewan-hewan endemik.

Bahasa dan Budaya.
Bahasa Mentawai merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia yang terbagi ke dalam beberapa dialek, seperti dialek Simalegi, Sekudai, Sikalagan, Silabu, Taikaku, Saumanganya dan lain-lain.
Sebelum masuknya pengaruh budaya luar. Pada setengah abad yang lalu masyarakat  Mentawai masih hidup talam taraf peradaban neolitik
 Mereka hidup mengelompok pada pemukiman yang berpusat pada sebuah rumah adat besar yang mereka sebut uma, yaitu istilah untuk kelompok pemukiman dan tempat pemukiman itu sendiri.
Mata Pencaharian.
Mata pencarian utama mereka adalah dari meramu sagu, berburu hewan liar dan menangkap ikan.
Peralatan mata pencarian dan kesejahteraan hidup lain seperti kapak dan beliung dibuat dari batu, itu pun diperoleh dari pedagang luar yang singgah untuk membeli hasil hutan mereka.
Pada masa kini mereka sudah menggunakan perlatan dari besi yang dibeli dari pedagang pendatang.

Budaya Material.
Setelah pendatang makin banyak barulah mereka memperoleh peralatan dari besi.
Pakaian mereka amat sederhana, laki-laki memakai kambi (cawat dari kulit kayu) dan wanitanya memakai  semacam rok dari anyaman serat pohon pisang.
Akan tetapi mereka sudah sejak lama mengem-bangkan seni busana cacah tubuh (tatto) yang spesifik.
Namun pada masa sekarang ciri-ciri kehidupan seperti di atas sudah hampir hilang.
Makanan pokok orang Mentawai adalah sagukeladi dan pada masa sekarang juga beras, dengan lauk pauk berupa ikan, berbagai jenis burung dan babi hutan yang diburu.
Untuk  keperluan hidup sehari-hari seperti pakaian, bahan bakar, tembakau, barang-barang dari besi, bahan bangunan, beras garam dan keperluan harian umumnya didatangkan oleh pedagang dari Padang.
Barang-barang itu mereka tukar dengan hasil  hutan seperti rotan, manau, kayu, cengkeh, kopra dan lain-lain.
Kehidupan Sehari-hari.
Masyarakat ini dalam keadaan asalnya hidup dalam kesatuan sosial ekonomi yang sederhana: berdasarkan persamaan derajat, tidak ada kelompok pemimpin dan budak di kalangan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar