Entri Populer

Rabu, 19 Oktober 2011

Masyarakat Bilateral di Barat Indonesia (JAWA)

Geografi budaya
Orang Jawa sering juga menyebut dirinya Wong Jowo atau Tiang Jawi.
Jumlah populasinya paling banyak dibandingkan dengan suku-sukubangsa lain, dan wilayah persebarannya juga paling luas.
Program transmigrasi penduduk Jawa ke pulau-pulau besar lain sudah dimulai oleh Belanda sejak abad kedelapanbelas, seperti transmigrasi orang Jawa ke perkebunan besar di sekitar Deli Serdang di Sumatera Utara dan ke daerah Propinsi Lampung.
Pada masa itu banyak pula orang Jawa yang dibawa ke berbagai perkebunan di Suriname (Amerika Selatan), ke Afrika Selatan, dan ke Haiti di Lautan Teduh (Pasifik).
Populasi
  • Menurut sensus tahun 1930 jumlah penduduk Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura adalah 30.321.000 jiwa, dimana sekitar 80 persen adalah sukubangsa Jawa.
  • Pada masa kini jumlah populasinya sekitar 75.200.000 di Indonesia atau 42% dari jumlah penduduk RI (1989), Kira-kira 75,600,000 di seluruh dunia.
  • Selain berdiam di wilayah aslinya di Pulau Jawa bagian tengah dan timur, juga tersebar sebagai transmigran di Papua (Irian Jayqa), Sulawesi, Maluku, Kalimantan, dan Sumatra.
  • Sebagian lain menjadi sebagai diaspora di Suriname, Negeri Belanda, Negara-Negara Arab, Malaysia, Korea, Hongkong dan Singapura.

Geografi Budaya
  • Daerah budaya Jawa meliputi bagian tengah sampai ke bg timur Pulau Jawa. Sedangkan bagian barat adalah daerah budaya sukubangsa Sunda.
  • Para ahli beranggapan bahwa daerah yang menjadi orientasi budaya Jawa adalah sekitar Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang dan Kediri.
  • Yogyakarta dan Surakarta dianggap sebagai pusat utama budaya Jawa. Keduanya adalah bekas kerajaan Mataram Islam yang pecah pada tahun  1755.
  • Masyarakat di sekitar pantai utara dan timur lebih dikenal sebagai orang Jawa Pesisir dan Jawa Ujung Timur.

BAHASA JAWA
Bahasanya termasuk rumpun bahasa Austronesia, kelompok Melayu-Polinesia Barat.
Dialek-dialeknya: Jawa Halus, Cirebon, Tegal, Indramayu, Solo, Pasisir, Surabayaan, Malang-Pasuruan, Banten, Pemanukan.
Ada juga yang membaginya menjadi: Dialek- Jawa bagian Barat, seperti dialek Banten, Cirebon, Tegal;
Dialek Jawa bagian Tengah seperti dialek Semarang, Solo, dan Yogyakarta;
Dialek Jawa bagian Timur seperti dialek Surabaya, Malang-Pasuruan.
Bahasa Jawa dalam perkembangannya telah terbentuk menjadi suatu sistem bahasa yang bertingkat-tingkat secara sosial.
Ada tiga gaya bahasa yang paling dasar, yaitu gaya resmi, setengah resmi dan tak resmi.
Bahasa resmi dibedakan atas tiga tingkatan pemakaian bahasa yaitu ngoko, madya dan krami (krama atau kromo).
Tulisan Jawa
Masyarakat Tradisional Jawa juga memiliki aksara sendiri yang disebut tulisan hanacaraka.
Tulisan itu nampaknya merupakan perkembangan dari tulisan Hindu
Pemukiman
Kesatuan hidup orang Jawa yang utama adalah desa yang dikepalai oleh lurah atau Kepala Desa.
Setiap desa terdiri atas beberapa bagian yang disebut dukuh (kampung) yang masing-masing dikepalai oleh Kepala Dukuh.
Rumah penduduk dalam sebuah dukuh dilengkapi dengan lumbung padi, kandang ternak dan perigi.
Di setiap desa terdapat sebuah balai desa tempat pertemuan pemerintahan desa, sebuah mesjid, beberapa buah langgar (mesjid kecil), sekolah, dan pasar yang hanya ramai sekali seminggu.
Pemerintahan desa
Masyarakat desa Jawa dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang disebut Lurah, sering juga disebut bekel, petinggi atau glondong.
Dalam tugasnya lurah dibantu oleh perabot desa yang terdiri dari kami tuwo (wakil lurah),  carik (jurutulis), kebayan (pesuruh desa), jagabaya (penjaga keamanan), ulu-ulu (pengawas pengairan) dan seorang modin (petugas mesjid).
Untuk melancarkan tugas Lurah dan Perabot Desa mereka didukung oleh hasil dari tanah garapan yang disebut lazim disebut tanah bengkok.
Pemukiman
Bentuk rumah tradisional orang Jawa ditentukan oleh bentuk atapnya.
Berdasarkan bentuk atap itu ada yang disebut rumah limasan, serotong, joglo, panggangepe, daragepak, macan nyerum, klabang nyander, tajuk, kutuk ngambang dan sinom.

Rabu, 12 Oktober 2011

Suku Bangsa Talang Mamak.

Berikut ini saya akan menjabarkan tentang suku bangsa Talang Mamak, saya sangat berterimakasih kepada dosen saya bapak dr. Zulyani Hidayah MA. dosen saya di universitas indonesia yang mengajar Manifestasi Ragam budaya indonesia barat. beliau sudah mengizinkan saya untuk menyebarluaskan dan menulis beberapa dari ilmu yang dia berikan melalui presentasi yang diberikan kepada kami setiap minggu. saya sangat kagum terhadap beliau karena beliau satu-satunya mungkin yang mengajarkan kita tentang budaya indonesia secara menyeluruh, sungguh amat sangat jenius. trimakasih bapak.

TANAH ASAL, WILAYAH PERSEBARAN.
Sukubangsa Talang Mamak berdiam di wilayah Kabupaten Inderagiri Hulu, yaitu di sekitar Kecamatan Hulu Gagsal (dulu Kecamatan Siberida), Kecamatan Rengat dan Kecamatan Pasir Penyu. Bahasa mereka  tergolong ke dalam bahasa Melayu dengan dialek sendiri. Kawasan pemukiman menetapnya disebut kepenghuluan. Sedangkan pemukiman sementara di perladangan mereka sebut petalangan. Kata talang sendiri berarti ladang, pertanian di lahan kering.

ETHNICITY.
Kata talang berarti ladang, sesuai dengan kebiasaan masyarakat ini yang hidup sebagai peladang berpindah di Pegunungan Bukittigapuluh. Kata mamak sendiri berarti ibu. Jadi kalau kedua kata itu digabung maka artinya adalah ladang milik ibu atau pihak ibu.
Berbeda dengan asumsi sebagian penulis kata mamak bukan sebutan untuk saudara laki-laki ibu seperti dalam bahasa Minangkabau. Karena sebutan buat saudara laki-laki ibu dalam bahasa Talang Mamak adalah pamoman, sebutan yang dekat sekali dengan kata dalam bahasa Melayu, paman

Hubungan dengan Minangkabau.
Kata mamak  dalam artiibu”, agaknya terkait dengan sistem pewarisan harta masyarakat itu  yang memang bersifat matrilineal, diwariskan kepada keturunan dari garis ibu. Sama seperti sistem kekerabatan orang Minangkabau. Walaupun ada diantara mereka yang mengaku asal usul nenek moyangnya terkait dengan Minangkabau, dan ada sejumlah kesamaan dalam bahasa dan budayanya.
Penulis sendiri lebih cenderung melihat orang Talang Mamak sebagai prototype orang Minangkabau pra-Islam, bahkan mungkin mereka sudah berpisah sebelum zaman Hindu. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai Orang Adat. Jumlah populasinya sekitar 5.000 jiwa.


 EKONOMI.
Mata pencarian utamanya adalah menanam padi di ladang, ditambah sayur-sayuran dan palawija tertentu. Kaum laki-lakinya masih sering melakukan kegiatan berburu dan meramu di hutan, serta menangkap ikan di sungai-sungai. Mereka berdiam di rumah sederhana dengan lantai tinggi yang ditopang dengan tiang-tiang kayu. Peralatan dan kebutuhan  hidup sehari-hari yang tidak bisa mereka penuhi sendiri diperoleh dari tukar-menukar dengan pedagang Melayu

MATAPENCAHARIAN.
kehidupan ekonomi Talang Mamak didukung oleh penyadapan getah karet. Kalau padi hasil ladang sudah habis, maka uang hasil menyadap getah mereka gunakan untuk membeli beras dari luar. Sayangnya tanaman komoditi tersebut tumbuh secara liar, dan masih amat sedikit yang menanamnya dengan benar.
Pada masa kini banyak pula diantara mereka yang menjadi perkebun sawit dengan risiko Mkin aempitnya lahan perlaangan tanaman pangan > Katahanan pangan melemah.

 Pengelompokan Sosial  dan Kepemimpinan.
Orang Talang Mamak terbagi ke dalam dua kelompok berdasarkan pandangan mengenai asal usul dan kepemimpinan serta tradisi lokalnya. Pertama adalah kelompok Talang Mamak Sungai Limau yang berdiam di sekitar daerah aliran Sungai Limau dan Sungai Cenaku. Kedua, kelompok Talang Mamak Sungai Gangsal yang berdiam di sekitar daerah aliran Sungai Gangsal dan Sungai Akar di lingkungan Pegunungan Bukittigapuluh

Sejarah Budaya/Adat.
Kelompok pertama menganggap diri mereka sebagai keturunan Datuk Mendarjati, sedangkan kelompok kedua menganggap diri mereka keturunan tiga bersaudara, yaitu Datuk Ria Belimbing, Datuk Ria Tanjung dan Datuk Ria Muncak.
Menurut sejarah lisannya sukubangsa ini pernah dipengaruhi oleh Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau sehingga sebagian adat istiadat mereka sedikit banyak memang menyerupai budaya Minangkabau  pra-islam.

SISTEM KEKERABATAN DAN KEPEMIMPINAN.
Masyarakat ini cenderung menganut sistem kekerabatan matrilineal, antara lain karena jabatan kepemimpinan, seperti batin, penghulu, mangku dan monti serta pewarisan harta pusaka hanya bisa diturunkan kepada anak lelaki saudara perempuan. Rumah tangga terbentuk  dari keluarga inti  yang membuat rumah sendiri di sekitar tempat tinggal orang tua istri (uksorilokal).
Kesatuan hidup tertinggi mereka setingkat dengan kampung yang mereka sebut kepenghuluan. Setiap kampung  dipimpin oleh seorang batin atau penghulu adat. Selain itu masyarakat ini mempunyai pemimpin kharismatik yang bergelar Datuk Patih.

 SISTEM RELIGI.
 Sebagian besar dari masyarakat Talang Mamak masih menganut religi lama yang mereka sebut Agama Adat, ada juga yang menyebutnya agama Langkah Lama. Agama asli tersebut berorientasi kepada pemujaan roh (animisme)ninik-datuk (nenek moyang) dan makhluk-makhluk halus penghuni hutan rimba (dinamisme)
Agama Adat tersebut mengharuskan pendukungnya melaksanakan lima kebiasaan adat, yaitu (1) bersunat dan mengasah gigi, (2) menyabung ayam, (3) berjudi, (4) berdukun bekumantan (praktek syamanisme), dan (5) mengadakan pesemahan (pemujaan kuburan keramat dengan mengorbankan hewan).
Sebagian dari masyarakat ini sudah memeluk agama Islam yang mereka sebut sebagai Langkah Baru, untuk membedakan dengan agama Adat yang dianggap lebih tua (Langkah Lama). Orang Talang Mamak yang sudah memeluk agama Islam biasanya lebih suka disebut orang Melayu. Memang pada dasarnya orang Talang Mamak adalah bagian dari kelompok besar sukubangsa Melayu Inderagiri
budaya mereka memperlihatkan bentuk budaya Melayu pra-islam. Orang Talang Mamak suka pula menyebut diri mereka orang adat, dan orang yang sudah bergama Islam sebagai orang syarak. Sementara itu, sebagian orang Talang Mamak yang sudah bercampur dengan keturunan Cina mulai pula memeluk agama Katolik, seperti di Desa Siambul, Kecamatan Hulu Gangsal.