Seni
dan Kaitannya dengan Standart Excellence of The Art Sampai Ke Titik Mysterium
Tremendum Et Fascinosum.
Seni pada mulanya adalah proses dari manusia,
dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat
dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni sangat sulit untuk
dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masing individu artis memilih
sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa
dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih medium, dan suatu
set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang
menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk
menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif
mungkin untuk medium itu.
Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat
pengaruh dari orang lain ataupun masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman
sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk
(seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar merah yang bermaksud cinta).
Seni adalah ekspresi, didalam hal ini merupakan implementasi yang pada awalnya
dilandaskan dari bagaimana manusia mengembangkan perasaannya terhadap Tuhan
(Maha Agung), Sang pencipta dan pemelihara kehidupan. Umumnya, perasaan itu
dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu:
Yang pertama, manusia merasa gentar.
Allah dialami dan dirasakan manusia sebagai sesuatu yang dasyat, sangat
berkuasa, tak terhampiri, kudus, luar biasa keagunganNya. Manusia merasakan hal
seperti ini ketika berhadapan dengan kematian, merenungkan kebesaran dan
keindahan alam semesta ciptaaan Tuhan, bencana alam, gerhana dan sebagainya. Di
hadapan hal seperti itu, manusia merasa dirinya kecil dan tak berdaya. Tuhan
adalah “ Pribadi” yang menggentarkan atau mysterium Tremendum (kata
latin Tremendum berarti: mendahsyatkan atau menggentarkan).
Kedua, manusia merasa tertarik dan terpesona. Allah
dialami atau dirasakan sebagai “Pribadi” yang baik, penuh kasih, peduli,
menyenangkan, menenteramkan dan menakjubkan. Manusia merasakan hal seperti itu
ketika berhadapan dengan peristiwa kelahiran, kesembuhan, kesuksesan, hasil
panen, pergantian malam dan siang, pergantian musim, pertolongan dan penyertaan
Tuhan dalam hidupnya dan lain sebagainya. Dihadapan Allah yang seperti itu
manusia merasa damai dan bahagia. Allah dilihat manusia sebagai “Pribadi”
yang menggemarkan atau mysterium fascinosum (kata latin fascinans
berarti mengasyikkan atau menggemarkan).
Jadi, Tuhan dilihat sebagai kuasa yang
menggentarkan tetapi sekaligus juga yang menggemarkan. Konsep inilah yang
disebut Numinosum tremendum et fascinosum; yang dikembangkan oleh Rudolf
Otto, seorang ahli teologi agama-agama. Tetapi jauh sebelum itu, Augustinus,
seorang Bapa Gereja yang hidup pada abad ke-4, sudah menyatakannya ketika ia
berkata:
“Apa
itu
Yang
bercahaya sedikit demi sedikit dalam diriku
Dan
yang memukul hatiku tanpa melukainya?
Kegentari
Dan
kugemari sekaligus
Kugentari
sejauh aku berbeda denganNya
Kegemari
sejauh aku serupa denganNya.”
Oleh karena sikap gentar dan gemar itulah dari
lubuk hati manusia lahir kesadaran betapa kecil dirinya di hadapan Tuhan,
betapa lemahnya dia tetapi betapa kuat dan dahsyatnya Tuhan, betapa berdosanya
manusia tetapi betapa kudus dan besar kasih setiaNya Tuhan. Sikap gentar dan
gemar ini jugalah yang mendorong lahirnya seni seperti mazmur-mazmur pujian dan
lagu-lagu hymne, seperti Haleluya Chorus-nya Handel, atau pujian rohani
lainnya yang mengagungkan kebesaran nama Tuhan. Selain itu, sikap gentar dan
gemar terhadap Tuhan pada akhirnya juga akan mendorong seseorang untuk berdoa
dan melayaniNya.
Sebuah ungkapan hati yang berisikan
getaran-getaran jiwa yang mau memperlihatkan rasa gentar dan sekaligus rasa
gemarnya kepada Allah tampak dalam untaian katanya yang bertutur
demikian:
Sayup-sayup kurasakan segarnya angin berlalu
Mengeringkan gumpalan peluhku yang mengucur
Semilir angin menyegarkan kulit tubuhku yang
mulai keriput
Menggoyang-goyang tulang-tulangku
Menggetarkan getar-getar halus sanubariku
Lama kurasakan dada sejuk menyegarkan
Kubiarkan kulit keriput menghitam oleh sang
surya
Kubiarkan pandangan mataku menerawang kebesaran
ciptaanMu
Kubiarkan pendengaranku diselubungi kabar
kelembutan kasihMu yang mengagumkan
Kubiarkan pengecapku merasakan rasa damai yang
Kau curahkan di alam ini
Oh Bapa, Maha besar
Walau sering aku berlari meninggalkan anugerah
keselamatanMu
yang kudapat cuma-cuma
FirmanMu terus menerus menegurku
Tak kuasa aku memberontak dari pelukanMu
Oh Tuhan, sumber hidupku
DamaiMu membuat kekerasan hati menjadi lembut
KasihMu memberi jalan kelepasan
PengorbananMu di kayu salib meruntuhkan dinding
dinding pemisah
Sekarang aku tidak pernah kuatir
Karena selalu berada dalam pelukanMu
Sampai akhir hayatku
(karya: dr. Paulus Purnomo)
Berdasarkan Sakramen Perjamuan Kudus inilah, para kristius mengajak manusia untuk
mengenang dan merefleksikan ulang makna pengorbanan dan kematian Kristus yang
sebetulnya dapat kita (non Kristen) tafsirkan tidak dalam konteks agama
melainkan memandang refleksi tertinggi ini dari sisi seni. Yaitu seni untuk
sang “Mysterium Trenmendum Et Fascinosum” yang dimana pengertiannya adalah
“Misteri yang Luar Biasa dan Menarik.”
Seni bukan mutlak sesuatu yang harus indah,
karena sesuatu yang indah hanyalah ukuran kecil bagaimana kita menikmati suatu
karya. Seni adalah sesuatu yang dilalui
melalui proses/ prosedur yang pada mulanya adalah proses dari manusia. seni
merupakan sinonim dari ilmu, karena seni selalu memberikan pesan tersimpan.
Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia.
Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masing
individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau
kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih
medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set
nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat
medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau
perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu.
Banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain ataupun masa lalu,
dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu
lewat simbolisme dan bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar
merah yang bermaksud cinta). Seni adalah ekspresi, didalam hal ini merupakan
implementasi yang pada awalnya dilandaskan dari bagaimana manusia mengembangkan
perasaannya terhadap Tuhan (Maha Agung), Sang pencipta dan pemelihara
kehidupan.
Berdasarkan beberapa sakramen perjamuan kudus ,
para kristius melalui otto mengajak manusia pada zamannya untuk mengenang dan
merefleksikan ulang makna pengorbanan dan kematian Kristus melalui pesan yang
tersirat melalui seni seperti mazmur-mazmur pujian dan lagu-lagu hymne, seperti
Haleluya Chorus-nya Handel, atau pujian rohani lainnya yang mengagungkan
kebesaran nama Tuhan yang sebetulnya dapat kita (non Kristen) tafsirkan tidak
dalam konteks agama melainkan memandang refleksi tertinggi ini dari sisi seni.
Yaitu seni untuk sang “Mysterium Trenmendum Et Fascinosum” yang dimana
pengertiannya adalah “Misteri yang Luar Biasa dan Menarik.” Mengenai ketuhanan
yang merupakan Maha dari segala-galanya berdasarkan siapapun penganutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar